IFFAH " Lambang Kemulian Wanita "
IFFAH " Lambang Kemulian Wanita "
¨`*•.¸¸.•*´¨`*♥•♥*´¨`*•.¸¸.•*´¨
Wanita
yang cantik? Banyak. Akan tetapi, apakah semua mereka itu mulia dan
bahagia dengan kecantikan yang mereka miliki? Alangkah banyaknya kita
lihat wanita cantik tapi hina. Tidak sedikit wanita berparas menawan,
tapi sengsara.
Hal ini
mengingatkan kita kepada kisah seorang ratu kecantikan yang akhirnya
mati bunuh diri. Berarti kecantikan fisik tidak menjamin seseorang akan
mulia dan bahagia. Karena kecantikan itu akan mengeriput seiring dengan
berjalannya waktu. Punah seiring dengan datangnya ajal. Tapi ada satu
kecantikan yang hakiki, kecantikan yang tak akan lekang oleh panas, tak
lapuk oleh hujan, kecantikan yang lebih anggun daripada rembulan malam,
dan kecantikan yang tak akan punah dengan berakhirnya kehidupan. Itulah
kecantikan yang dimiliki oleh wanita salehah.
Wanita salehah
adalah wanita yang mampu meraih kemuliaan bukan dengan kecantikan wajah.
Bukan pula dengan keelokan tubuh. Tidak juga dengan banyaknya
perhiasan. Dalam Islam, ketiga hal tersebut adalah fitnah (ujian)
bagi
wanita, yang disamping bisa membawanya menuju kemuliaan, juga bisa
menyeretnya ke lembah kebinasaan. sehingga tidak sedikit kita lihat,
banyak wanita yang terjebak dengan anggapan bahwa keelokan fisik adalah
segala-galanya. Mereka menganggap bahwa kemuliaan dan kebahagiaan akan
didapat bila berwajah cantik, kulit yang putih, dan tubuh yang ramping.
Maka
tidak aneh kalau banyak ditemukan wanita yang mati-matian memperputih
kulitnya, mengoperasi plastik bagian tubuhnya, menghambur-hamburkan
berjuta-juta uang demi mengejar prestise. Bagi yang tidak mampu, mereka
menjadi rendah diri dan merasa tereliminasi dari pergaulan. Padahal,
kecantikan dan kemolekan tubuh tidak dapat dijadikan tolok ukur
kemuliaan. Lebih jauh lagi, semua itu tidak bisa menjamin seseorang akan
bahagia.
Sesungguhnya kemuliaan yang diraih seorang wanita
salehah adalah karena kemampuannya untuk menjaga martabatnya (‘iffah)
dengan hijab serta iman dan takwa. Ibarat sebuah bangunan, ia akan
berdiri lama jika mempunyai pondasi yang kokoh. Andaikan pondasi sebuah
bangunan itu tidak kokoh, maka seindah dan semegah apapun, pasti akan
cepat runtuh. Begitu juga dengan iffah yang dimiliki oleh seorang
wanita, dengan iman dan takwa merupakan pondasi dasar untuk meraih
kemulian-kemulian lain.
Dengan iffah, seorang muslimah akan selalu menjaga akhlaknya.
Salah
satu ciri bahwa imannya kuat adalah kemampuannya memelihara rasa malu.
Sebagaimana terukir dalam hadis Nabi Sallallahu 'alaihi Wasallam. :
”Malu
dan iman itu saling bergandengan, jika hilang salah satunya, maka
hilanglah bagian yang lain.” (HR. Hakim dan At-Thabari).
Adanya
rasa malu, membuat segala tutur kata dan tindak tanduknya selalu
terkontrol. Ia tidak akan melakukan sesuatu yang menyimpang dari
bimbingan Al-Quran dan Sunnah. Sehingga dengan akhlak yang dimiliki, ia
lebih harum daripada kesturi.
Dengan iffah, seorang muslimah akan
sadar betul bagaimana cara bersikap dan bertutur kata. Tidak ada dalam
sejarah, seorang wanita salehah centil, suka jingkrak-jingkrak dan
menjerit-jerit saat mendapatkan kesenangan. Ia akan sangat menjaga
setiap tutur katanya agar bernilai bagaikan untaian intan yang penuh
makna dan bermutu tinggi.
Dengan iffah, apapun ibadah yang dilakukan penuh dengan keikhlasan.
Ketika memberikan senyuman kepada orang lain, tetap proporsional
(pada
tempatnya). Tidak semua laki-laki yang dijumpai diberikan senyuman
manis, karena senyumnya adalah senyum ibadah yang ikhlas dan tidak
menimbulkan fitnah bagi orang lain.
Karena iffah, seorang
muslimah bisa lebih bersabar dengan musibah-musibah yang menimpa diri,
dan tidak pernah mengeluh dan sedih dengan kegetiran-kegetiran yang
datang bertubi-tubi. Karena sesungguhnya ia yakin, indahnya hidup akan
terasa dengan adanya kesulitan dan rintangan. Ia sepenuhnya percaya
bahwa bersama kesulitan itu ada kemudahan. Ia benar-benar meresapi,
bahwa Allah jika mencintai seorang hamba, Dia akan mendatangkan cobaan
kepadanya. Dan siapa yang rela dengan ujian itu, maka ia akan memperoleh
ridha dari Allah. Namun siapa yang tidak rela dengan cobaan itu, maka
Allah akan murka. Ia akan selalu mengambil hikmah dari setiap masalah
dan kejadian-kejadian di sekelilingnya.
Masih banyak kemuliaan-kemuliaan lain yang akan lahir dari kemampuan
menjaga iffah. Itulah pondasi kemuliaan bagi seorang wanita salehah.
Mulialah
wanita salehah. Di dunia, ia akan menjadi cahaya bagi keluarganya dan
berperan melahirkan generasi dambaan. Jika ia wafat, Allah akan
menjadikannya bidadari di surga. Kemuliaan wanita salehah digambarkan
Rasulullah Sallallahu 'alaihi Wasallam . dalam sabdanya, “Dunia ini
adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita salehah.” (HR.
Muslim).
Jika ingin mendapatkan kemuliaan sebagai wanita salehah, maka
sesungguhnya
kemuliaan itu hanya dapat diraih manakala ia memiliki kemampuan untuk
menjaga martabatnya dengan iman, menerima semua karunia yang Allah
berikan, menghijab dirinya dari kemaksiatan, menghiasi semua
aktivitasnya dengan ibadah, dan memberikan yang terbaik terhadap sesama.
Seorang wanita yang mampu melakukan itu, ia akan mulia disisi Allah dan
terhormat di hadapan manusia.
Belajarlah dari lingkungan sekitar dan orang-orang yang kita temui.
Ambil
ilmu dari mereka. Kita juga dapat mencontoh kepribadian dari
figur-figur mulia yang mendapatkan tempat terhormat di tengah-tengah
umat hingga kini. Khadijah ra. misalnya, yang namanya terus berkibar
sampai sekarang, bahkan setiap anak wanita dianjurkan untuk
meneladaninya.
Terkenalnya seorang Khadijah bukan karena
kecantikan wajahnya, namun karena pengorbanannya yang demikian fenomenal
dalam mendukung perjuangan dakwah Rasulullah Sallallahu 'alaihi
Wasallam. Begitu pun Aisyah ra., salah seorang istri Nabi dan juga
seorang cendikiawan muda. Darinya para sahabat mendapat banyak ilmu. Ada
pula Asma binti Yazid, seorang mujahidah yang membinasakan sembilan
tentara Romawi di perang Yarmuk, hanya dengan sebilah tiang kemah.
Masih
banyak wanita mulia yang berkarya untuk umat pada masa-masa berikutnya.
Keharuman dan keabadian nama mereka disebabkan oleh kemampuan
mengembangkan kualitas diri, menjaga iffah (martabat), dan memelihara
diri dari kemaksiatan. Sinar kemuliaan mereka muncul dari dalam diri,
bukan fisik. Sinar inilah yang lebih abadi. Bagi mereka, fisik hanya
perhiasan saja yang pada waktunya akan hancur, sehingga fisik seperti
apapun tidak banyak mempengaruhi kehidupan mereka. wallâhu a’lam
Bishawab ...
___¶**¶_____________¶**¶_____¶**¶
___________*¶*___*¶*_____*¶*____*¶*
__________*¶*_______*¶*¶*________*¶*
_________*¶*__________*___________*¶*
_________*¶*______________________*¶*
_________*¶*________ اﷲ___ اﷲ_____*¶*
__________*¶*____________________*¶*
___________*¶*_________________*¶*
_____________*¶*_____*____*___*¶*
______________*¶*___________*¶*
________________*¶*_______*¶*
__________________*¶*___*¶*
____________________*¶_*¶*
______________________*¶
♥•*¨*•♥•*¨*•♫♥•* Ummu ‘Aliyatul ‘Iffah *•♥♫•*¨*•♥•*¨*•♥
♥•*¨*•♥•*¨*•♫•* Thufail Na'im Ar'Syahid *•♫•*¨*•♥•*¨*•♥
Tidak ada komentar:
Posting Komentar